Aya Afza
19 Desember pukul 10:30 ·
Ken mengerang kesal, dirobeknya selembar kertas dengan asal setelah menorehkan luapan tinta rasa di atasnya. Angannya berputar, hayalannya kembali ke masa silam. Memoar lukanya menguar bersama dengan perjuangan-perjuangan yang selama ini ia lakukan. Untuknya, hanya Keiko seorang saja. Sekelebat ingatan mengusik jiwa. Mungkin tak lama lagi ilusi ini akan menjadi delusi.
Usahanya terasa hambar tak membuahkan hasil yang memuaskan. Untuk dapat mengutarakan satu kata pada gadis yang dicintainya itu pun perlu perjuangan yang ekstra. Pasalnya, keadaan Kei saat ini telah jauh berbeda dari sebelumnya.
Kei yang mengalami amnesia dengan mudah melupakannya. Dan yang lebih menyakitkan untuk Ken adalah ketika hanya Rin yang dapat dikenali dengan mudah oleh Kei.
"Hhh...." Dilemparnya kertas yang sudah ia remas itu asal. Tangannya kembali akan menuliskan sesuatu sebelum terurungkan karena sapaan seseorang.
"Ini milikmu ?"
Ken menoleh, secercah sinar harapan terbit di wajah sumringahnya. Ia pun berdiri. Berhadapan dengan gadis yang baru saja mengucapkan sesuatu padanya.
Sangat dekat berbatas inci yang sebentar lagi akan lenyap dengan satu geseran badan.
Hening tercipta di antara keduanya. Hingga saat tangan besar itu bergerak hendak menyentuh rambut indah yang tergerai panjang, gadis itu mengelak.
"Apa yang akan kau lakukan" ucapnya datar.
"Kei.... Aku hanya"
"Cukup !!"
"Aku tak ingin banyak bicara padamu, aku hanya ingin memberikan sampah ini untuk kau buang pada tempatnya." Titik, hanya itu. Kemudian melenggang pergi.
"Haruskah kugambarkan patah hati ini Kei...." Pekiknya kuat. Kei tetap acuh, bahkan sedikitpun tak menoleh pada Ken. Ia benar-benar telah melupakan semuanya.
Sedang tak jauh dari tempat kejadian. Di antara bangku-bangku kosong yang tertata sedemikian rupa itu, Rin, ada setitik bahagia di hatinya melihat apa yang barusaja terjadi. Namun sama saja, kebahagiaannya hanya sebuah kata yang tercecap saja. Tercecap untuk sekejap tanpa meninggalkan bekas. Malah duka dan rasa bersalah yang terpatri kuat dalam relung hatinya.
"Tuhan Maha Adil" begitu ucapnya. Tak ada siapa pun yang dapat memiliki Ken di antara Kei dan dirinya, tidak ada.
19 Desember pukul 10:30 ·
Ken mengerang kesal, dirobeknya selembar kertas dengan asal setelah menorehkan luapan tinta rasa di atasnya. Angannya berputar, hayalannya kembali ke masa silam. Memoar lukanya menguar bersama dengan perjuangan-perjuangan yang selama ini ia lakukan. Untuknya, hanya Keiko seorang saja. Sekelebat ingatan mengusik jiwa. Mungkin tak lama lagi ilusi ini akan menjadi delusi.
Usahanya terasa hambar tak membuahkan hasil yang memuaskan. Untuk dapat mengutarakan satu kata pada gadis yang dicintainya itu pun perlu perjuangan yang ekstra. Pasalnya, keadaan Kei saat ini telah jauh berbeda dari sebelumnya.
Kei yang mengalami amnesia dengan mudah melupakannya. Dan yang lebih menyakitkan untuk Ken adalah ketika hanya Rin yang dapat dikenali dengan mudah oleh Kei.
"Hhh...." Dilemparnya kertas yang sudah ia remas itu asal. Tangannya kembali akan menuliskan sesuatu sebelum terurungkan karena sapaan seseorang.
"Ini milikmu ?"
Ken menoleh, secercah sinar harapan terbit di wajah sumringahnya. Ia pun berdiri. Berhadapan dengan gadis yang baru saja mengucapkan sesuatu padanya.
Sangat dekat berbatas inci yang sebentar lagi akan lenyap dengan satu geseran badan.
Hening tercipta di antara keduanya. Hingga saat tangan besar itu bergerak hendak menyentuh rambut indah yang tergerai panjang, gadis itu mengelak.
"Apa yang akan kau lakukan" ucapnya datar.
"Kei.... Aku hanya"
"Cukup !!"
"Aku tak ingin banyak bicara padamu, aku hanya ingin memberikan sampah ini untuk kau buang pada tempatnya." Titik, hanya itu. Kemudian melenggang pergi.
"Haruskah kugambarkan patah hati ini Kei...." Pekiknya kuat. Kei tetap acuh, bahkan sedikitpun tak menoleh pada Ken. Ia benar-benar telah melupakan semuanya.
Sedang tak jauh dari tempat kejadian. Di antara bangku-bangku kosong yang tertata sedemikian rupa itu, Rin, ada setitik bahagia di hatinya melihat apa yang barusaja terjadi. Namun sama saja, kebahagiaannya hanya sebuah kata yang tercecap saja. Tercecap untuk sekejap tanpa meninggalkan bekas. Malah duka dan rasa bersalah yang terpatri kuat dalam relung hatinya.
"Tuhan Maha Adil" begitu ucapnya. Tak ada siapa pun yang dapat memiliki Ken di antara Kei dan dirinya, tidak ada.
EmoticonEmoticon