Secuplik Part 12

Aya Afza

Kei....
Senyumku tak akan pernah pudar, tidak akan selama kau masih ada didunia ini. Pertemuan kita bukanlah suatu kesengajaan. Iya, karna aku yang pertama kali terpikat oleh pesonamu. Kau ingat kala sepasang mata kita bertaut dalam ragu. Kau ingat kala langkah kaki ini selalu ada mengikuti langkahmu. Kau ingat kala hati ini merayu ingin mendapat balasan cinta darimu.
Kei....

Kalimatku mungkin akan menjadi bualan yang mendengung mengganggu pendengaranmu. Tapi kurasa ini bukanlah bualan, jika kukatakan ini adalah ketulusan tanda cintaku padamu, apakah kau akan mendengarnya ?. Yaah... Sebaiknya kusimpan sendiri rasaku, persis seperti apa katamu. Lupakan. Mana mungkin aku bisa melupakanmu. Sedang diriku tengah tenggelam dalam kegelapan dan kau adalah cahaya yang terang benderang, seterang cahaya di teriknya siang. Apakah ada alasan lain yang dapat membuatku melepaskanmu, sedang dirimu adalah rembulan diantara kerlap-kerlip bintang.
Cintamu menerbangkanku ke langit-langit kebahagiaan. Dan kala kau pergi, aku tak putus dirundung kedukaan. Bagaimana seekor burung dapat bahagia, ketika ia hanya dapat terdiam dalam duka dengan sayap patahnya menatap kawanan burung lain yang terbang bebas penuh suka cita. Sungguh tekanan batin cinta ini sangat menyiksa. Berulangkali dokter memeriksa. Ah, apakah ada yang tahu sakit yang kuderita. Kalaulah ada itu hanya Tuhan, Sang Pemilik Yang Mulia. Haruskah kusimpan rasa sakit yang mendera. Atau kubiarkan saja mereka memeriksanya. Kei.... Sakit yang kurasa benar-benar nyata. Tak pelak, ia ada karna hati dan jiwa merana-rana. Bagi sakitku, penyakitku adalah obatnya. Jangan kau pinta untuk menjelaskannya. Karna, nalar pun tak kuasa menerangkannya. Bukankah patukan ular hanya dapat disembuhkan dengan bisanya ?. Kei ....
Wajahku siratkan kesedihan yang nyata. Tubuhku kering kerontang karna hati merana. Bagaimana tidak....
Tanyakanlah pada titik sadar yang pernah menjadi pijakan kaki kita. Sedikit saja, apakah tak ada yang kau ingat dari kita ??
*****
Seratus burung kertas terlipat bersama dedoa. Tepat saat lipatan terakhir diselesaikan olehnya.
"TUAN KEN !!" Kenshin sempat terlonjak begitu mendengar teriakan seorang dokter yang barusaja memasuki ruangan untuk memeriksa Kei seperti biasa. Ken berdiri dari bangkunya sembari menatap dokter paruh baya itu penuh keheranan
"Ada apa senpai ?"
"Apa kau tidak menyadarinya ?" Dokter itu malah mengalihkan pembicaraan. Di keluarkannya sebuah stetoscope dan
"Keiko...." Kensin menangis haru. Digenggamnya erat jemari pucat milik Keiko. Gadis itu hanya terdiam menatap semua kejadian datar.
*****
Di balik pintu yang tertutup rapat bertuliskan "senpai ichigo" itu, Ken. Dengan perasaannya yang hancur dan keadaannya yang bersitegang menggepalkan kedua tangan. Hatinya remuk-redam. Terbakar amarah yang membara dalam dirinya.
"Senpai, apakah tidak ada cara untuk mengembalikan ingatannya ?"
Dokter itu membenahi letak frame kaca matanya. Sembari mengelus perlahan bahu Ken. Ikut merasakan apa yang dirasa. "Berdoalah.... Semoga Kei dapat mengenalimu lagi"
"Arrgh..." Ken mengerang kesal. Semua harapan yang ia bangun rubuh dalam kejapan. Dendamnya tersulut namun mustahil ia akan melampiaskan semua itu pada Rin, pencetus semua masalah ini. Ditariknya nafas panjang. "Yaah... Aku akan memulainya lagi dari awal"
Desisnya bersama senyum keoptimisan.
#kalo_endingnya_spt_ini
Bagaimana ??

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Powered By Blogger